EdukasiNews

Strategi Benteng Stelsel dalam Perang Kolonial Belanda di Indonesia, Persempit Ruang Gerak Pangeran Diponegoro

×

Strategi Benteng Stelsel dalam Perang Kolonial Belanda di Indonesia, Persempit Ruang Gerak Pangeran Diponegoro

Sebarkan artikel ini
benteng van der wijck gombong/istimewa

PROGRES BENTENG- Benteng Stelsel atau Aturan Benteng adalah sebuah strategi perang yang digunakan oleh Belanda untuk mengalahkan lawan-lawannya.

Strategi perang ini pertama kali dikemukakan oleh Jenderal de Kock, kemudian diterapkan selama Perang Diponegoro, dan setelah kemenangan Belanda dalam perang tersebut, strategi ini juga digunakan kembali dalam Perang Padri.

Secara umum, strategi perang ini melibatkan pembangunan benteng pertahanan atau kubu pertahanan di setiap wilayah yang telah dikuasai oleh Belanda, serta pembangunan infrastruktur penghubung seperti jalan atau jembatan dari setiap kubu pertahanan tersebut.

Penggunaan strategi Benteng Stelsel berhasil mempercepat perang dengan mengisolasi posisi musuh dan sekaligus mengendalikan wilayah yang telah dikuasai.

Namun, taktik ini juga memiliki dampak buruk, terutama terkait dengan penggunaan tenaga kerja paksa yang besar untuk membangun infrastruktur yang mendukung strategi ini.

Awalnya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Gisignies tidak menyukai taktik perang ini karena dianggap memerlukan biaya besar, tetapi karena tekanan untuk mempercepat penyelesaian perang di Hindia Belanda, strategi ini tetap dipertahankan.

Selama Perang Diponegoro, strategi ini mulai diterapkan pada tahun 1827. Untuk mempersempit kedudukan Pangeran Diponegoro, Belanda membangun berbagai benteng di kota-kota seperti Semarang, Ambarawa, Muntilan, Kulon Progo, dan Magelang. Akibat dari penerapan taktik ini, sekitar 165 benteng baru dibangun di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Banyaknya benteng baru ini adalah hasil dari taktik gerilya yang diterapkan oleh Pangeran Diponegoro dan perubahan tempat komando militernya.

Meskipun Pangeran Diponegoro berhasil mempersempit pergerakan pasukannya, Belanda berhasil menangkap banyak panglima perang Pangeran Diponegoro hingga tahun 1828, dan banyak yang menyerah pada tahun 1829. Puncaknya, Pangeran Diponegoro ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, dan perang di Jawa dianggap selesai.

Ketika Belanda melanjutkan ekspansi kolonialisasinya di Sumatra selama Perang Padri, taktik perang ini kembali diterapkan.

Setelah menguasai Bukittinggi, Belanda membangun sebuah benteng yang dinamai Fort de Kock, yang didedikasikan pada Hendrik Merkus de Kock, pelopor Benteng Stelsel.

Pendirian Fort de Kock berhasil mempersempit perlawanan Kaum Padri, dan dari benteng ini, Belanda membangun jalur jalan ke Bonjol untuk memudahkan mobilisasi pasukannya dalam menaklukkan markas utama Tuanku Imam Bonjol.

Pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Belanda secara keseluruhan.

 

sumber: Wikipedia.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *