Edukasi

Kenali Modus Penipuan Melalui WhatsApp, Berhati-hatilah!

×

Kenali Modus Penipuan Melalui WhatsApp, Berhati-hatilah!

Sebarkan artikel ini
ilustrasi Penipuan Melalui WhatsApp/istimewa

PROGRES BENTENG– WhatsApp kini menjadi arena utama bagi para penipu untuk melakukan kejahatan mereka.

Mereka merencanakan cara-cara untuk menjebak korbannya guna menguras rekening dan meraih keuntungan finansial.

Para penjahat juga aktif dalam menciptakan rekening palsu dengan menggunakan identitas orang lain. Proses pendaftaran rekening palsu ini sering melibatkan individu lain.

“Di lapangan, mereka menggunakan orang lain untuk mendaftar, lalu memberikan bayaran. Setelah itu, mereka mengambil alih akun bank tersebut,” ujar Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan dikutip dari CNBC Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Ada beberapa modus operandi yang biasa digunakan oleh para penipu:

1.Tawaran Menarik di WhatsApp

Penawaran yang terlalu menggiurkan dan tidak masuk akal adalah tanda-tanda awal dari penipuan. Misalnya, penjualan ponsel dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran.

“Jangan terkecoh tawaran-tawaran tidak masuk akal, harga HP tadinya Rp 10 juta bisa dengan saya Rp 2 juta. Sudah pasti scam,” ujar Semuel.

2.Kontak Tidak Dikenal Melalui Telepon, Chat, atau SMS di WhatsApp

Pesan yang tidak jelas yang masuk ke ponsel korban dari pihak yang tidak dikenal merupakan tanda lain dari potensi penipuan.

Mereka akan mencoba menghubungi melalui telepon, obrolan WhatsApp, atau bahkan SMS. Salah satu contohnya adalah file undangan pernikahan palsu yang sempat menjadi perbincangan.

“Contoh kan undangan, yang kirim undangan enggak dikenal, yang nikah enggak kenal. Kekepoan masyarakat main klik aja,” jelasnya.

3.Teknik Social Engineering di WhatsApp

Para penipu menggunakan teknik social engineering untuk menjebak korbannya. Mereka menargetkan kelemahan-kelemahan korban untuk memperoleh keuntungan.

“Menggunakan social engineering, kelemahan-kelemahan kita,” kata Semuel dilansir dari CNBC Indonesia.

Dengan memanipulasi psikologis korban, pencuri akan dengan mudah mencuri data penting dari mereka. Contohnya, dengan membuat ketakutan bahwa perangkat korban terinfeksi malware, lalu menawarkan layanan untuk memperbaikinya, padahal sebenarnya mereka mencuri identitas korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *