Berita UtamaHukum dan Kriminal

Begini Kronologis Dugaan Korupsi Sekda Edy

mobil kejari benteng
Mobil tahanan Kejari Bengkulu Tengah (Foto: Hendri/PROGRES.ID)
Mobil tahanan Kejari Bengkulu Tengah (Foto: Hendri/PROGRES.ID)

BENTENG, PROGRES.ID – Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah (Benteng) telah menetapkan Sekda Benteng Edy Ermansyah dan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tahun 2013. Ketiganya langsung ditahan agar tidak berupaya menghilangkan barang bukti.

Bagaimana kasus dugaan korupsi RDTR ini bisa terjadi? Menurut penjelasan Kepala Kejaksaan Negeri Benteng, Tri Widodo, Rabu (6/7/2022) lalu menjelaskan, kegiatan tersebut bernama penyusunan RDTR perbatasan Kabupaten Benteng dengan Kota Bengkulu tahun anggaran 2013. Saat itu Edy menjabat sebagai  Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Barenlitbang) Benteng / Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Benteng sekaligus sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Saat itu tersangka EH merupakan Kepada Bappeda Benteng, segaligus PA dan juga PPK. Kegiatan itu memiliki nilai kontrak sebesar Rp311.940.200  dengan masa kerja selama 120 hari. Pelaksananya adalah PT. BPI,” jelas Tri Widodo.

Sekda Benteng Edy Hermansyah ditahan Kejaksaan Negeri Benteng usai menjalani pemeriksaan (Foto: Hendri/PROGRES.ID)

Menurut Tri Widodo, tersangka Edy diduga menyetujui pekerjaan tersangka HPS, meski tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bahkan, tersangka lainnya, yakni HH yang juga Direktur PT PBI  bahkan tidak mengerjakan penyusunan RDTR 2013. Namun, dalam laporan pertanggungjawabannya, PT PBI seolah-olah yang mengerjakan.

“Yang ngerjakan itu tenaga ahli, tapi dibuat seolah-olah tenga ahli itu adalah pekerja PT PBI. Bahkan, pengejaan RDTR itu tidak melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hasilnya, peta yang telah jadi tidak sesuai ketentuan,” bebernya lagi.

Dijelaskannya juga, proyek RDTR itu sebenarnya belum dapat diterima, namun tersangka Edy sudah langsung menyetujui dan membayarkan pekerjaan tersebut.

“Proyeknya belum sesuai ketentuan, tapi tersangka EH sebagi PA dan PPK langsung menyetujui saja dan membayar proyek itu 100 persen atau senilai Rp311.940.200,” imbuhnya.

Akibat perbuatan Edy, lanjut Tri Widodo, berdasarkan perhitungan BPKP, negara mengalami kerugian sebesar Rp 272.238.720.

“Kerugian negara akibat dugaan ini adalah senilai Rp 272.238.720,” demikian Tri Widodo.(hdn)

 

Baca berita dan artikel dari Progres Benteng lainnya di Google News

Exit mobile version